Setiap musim Liga 1 bergulir, selalu muncul pertanyaan: “Ini liga profesional nggak, sih?” Di satu sisi, kita udah punya stadion oke, tayangan siaran yang makin canggih, dan sponsor besar. Tapi di sisi lain, masalah klasik masih sering muncul.
Sebut saja jadwal yang sering berubah, isu gaji pemain yang tertunda, hingga insiden-insiden di luar lapangan yang bikin citra liga jadi turun. Padahal, banyak potensi besar yang bisa digali dari Liga 1.
Beberapa klub seperti Bali United dan Persib Bandung mulai menunjukkan contoh baik soal manajemen. Mereka punya akademi, sistem bisnis yang sehat, dan engagement fans yang kuat. Tapi klub lain belum tentu selevel.
VAR mulai diujicoba, dan itu langkah maju. Tapi implementasinya harus benar-benar profesional. Jangan sampai malah bikin ribet wasit dan pemain. Transparansi juga harus dijaga biar publik percaya.
PSSI juga harus lebih tegas dan terbuka soal sanksi dan peraturan. Profesionalisme bukan cuma soal fasilitas, tapi juga bagaimana liga dijalankan secara adil dan konsisten.
Kalau semua elemen kerja bareng — federasi, klub, pemain, dan fans — bukan nggak mungkin Liga 1 bisa jadi acuan liga lain di Asia Tenggara. Tapi butuh komitmen dan keberanian buat terus berkembang.
Anak muda sekarang butuh liga yang bisa dibanggakan. Dan Liga 1 punya semua bahan untuk jadi itu, asal diolah dengan serius.